JAKARTA – Pemerintah Indonesia terus mendorong produktivitas dan peningkatan kapasitas produksi industri alat kesehatan dalam negeri untuk menciptakan kemandirian.
Untuk mendukung pelaksanaan rencana tersebut, pemerintah menyiapkan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang di dalamnya terdapat kebijakan substitusi impor 35 persen pada tahun 2022.
“Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, kita harus bertransformasi menjadi negara yang mandiri di bidang kesehatan, baik untuk alat kesehatan maupun obat-obatan,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat Konferensi Pers Virtual tentang P3DN Bidang Alat Kesehatan, Selasa (15/6/2021).
Terlebih sektor industri farmasi dan alat kesehatan sudah dimasukkan ke dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, yang akan menjadi prioritas dalam pengembangan ke depannya.
“Guna menguatkan stuktur industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan produk impor, kami mendorong pengoptimalan nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN),” tutur Agus.
Kemenperin akan mendukung percepatan upaya tersebut dengan cara menilai penghitungan TKDN di masing-masing sektor.
“Misalnya di sektor farmasi, cara menghitung nilai TKDN yang awalnya menggunakan metode cost based, saat ini sudah diubah menjadi processed based. Setelah adanya perubahan tersebut, ternyata ada kenaikan nilai TKDN rata-rata sekitar 15 persen,” ungkap Agus.
Sedangkan, untuk produk-produk alat kesehatan, Kemenperin juga akan menyesuaikan cara menghitung nilai TKDN-nya.
“Saat ini penghitungan nilai TKDN-nya masih cost based (daftarnya meliputi alat kerja, modal kerja dan tenaga kerja). Nantinya akan kami sesuaikan dengan yang disebut full costing, yaitu kombinasi antara cost based dengan desain, logistik, serta RnD,” imbuhnya.
Seiring upaya tersebut, nilai TKDN rata-rata akan ditargetkan lebih dari 43 persen pada tahun 2021 dan naik menjadi 50 persen pada 2024.
Sasaran ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024.
“Selanjutnya, jumlah produk yang memiliki sertifikat TKDN sekurang-kurangnya ditargetkan sebanyak 7.000 produk pada tahun 2021 dan akan meningkat menjadi 8.400 produk pada 2024,” jelas Agus.
Sementara itu, dalam Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2020-2024, nilai TKDN rata-rata pada tahun 2024 ditargetkan sebesar 53 persen dari baseline tahun 2020 yang berada di angka 49 persen. Artinya, kenaikan ditargetkan sekitar dua persen per-tahun.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengeluhkan penyerapan produk alat kesehatan (Alkes) dalam negeri masih rendah jika dibandingkan produk buatan dalam negeri.
Berdasarkan data dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), hingga Juni 2021, pemesanan Alkes dalam negeri hanya mencapai Rp 2,9 triliun.
Sedangkan nilai belanja Alkes impor 5 kali lebih besar, yakni senilai Rp 12,5 triliun melalui e-katalog.
“Untuk orang-orang yang suka impor atau para importir, anda kan bisa bikin pabriknya di dalam negeri, investasi. Masa mau makan dari impor terus, sampai kapan kita mau begini,” ungkap Luhut.
Pemerintah saat ini terus menggaungkan Belanja Produk Dalam Negeri dalam Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI).
“Untuk itu perlu aksi afirmatif oleh pemerintah untuk meningkatkan belanja Alkes dalam negeri, minimal Rp 6,5 triliun untuk 5.462 barang untuk tahun anggaran 2021 melalui e-katalog,” ungkapnya.
Indonesia sendiri saat ini telah memproduksi sebanyak 358 jenis Alkes, dimana sebanyak 79 jenis sudah mampu menggantikan produk impor untuk kebutuhan nasional.
Kemudian, ada sebanyak 5.462 Alkes impor yang sudah tersubstitusi produk dalam negeri sejenis dan akan dialihkan untuk belanja produk dalam negeri melalui e-katalog.
“Selain itu perlu peningkatan kapasitas produksi Alkes dalam negeri. Dua minggu lalu kami dengan Menteri Kesehatan pergi ke Korea. Kemarin saya juga ke Tiongkok bersama Wakil Menteri Kesehatan melihat betapa banyaknya kita impor alat kesehatan yang mana bisa kita produksi dalam negeri,” ucapnya.
Menurut Luhut, Presiden telah memberi arahan untuk lebih banyak menggunakan produk dalam negeri dengan memindahkan atau mengundang investor untuk masuk ke Indonesia.
“Contoh seperti alat USG, kita butuh 12.000 unit, kita pikir ngapain impor, bikin saja pabriknya di sini. Mereka (perusahaan) sudah mau dan Presiden memerintahkan tidak ada impor barang-barang seperti itu,” jelasnya.
Presiden Joko Widodo juga dikabarkan sudah meminta adanya perbaikan undang-undang mengenai Alkes.
Luhut menyebut dana belanja Alkes yang dikeluarkan hampir Rp 490 triliun setiap tahun, jika kita sekarang bisa hemat Rp 200 triliun – Rp 300 triliun setiap tahun itu sama investasi 25 miliar dolar AS pertahun.
“Jadi kita bisa bayangkan berapa pemborosan kita begitu tinggi. Dengan gerakan BBI kita bisa mendorong. Pemerintah akan terus mendorong investasi dan meningkatkan kapasitas,” kata Luhut.
Pemerintah juga akan lebih ketat memantau belanja rumah sakit untuk penggunaan produk dalam negeri melalui Pengadaan Barang/Jasa oleh LKPP.
“Saya berharap kita semua kompak, supaya produk-produk kesehatan kita semua bisa dibuat di dalam negeri. Sebanyak 2/3 produk kesehatan di dunia itu datang dari China. Kebetulan hubungan kita dengan mereka baik, kita manfaatkan untuk transfer teknologi ke kita, mereka investasi ke kita, sehingga bahan baku dasar obat bisa kita dapat,” imbuhnya.
Luhut berharap Gerakan Bangga Buatan Indonesia bukan hanya sekedar slogan dan dilupakan.
“Jadi Bangga Buatan Indonesia ini jangan hanya sekedar slogan, tapi kita betul-betul bekerja sama untuk membuat yang terbaik untuk Indonesia,” ujarnya.
Sumber : tribunewes.com