Bakal Jadi Industri Prioritas 4.0, Kemenperin Dorong Peningkatan TKDN Produk Farmasi

0

JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana menambah sektor dalam jajaran industri prioritas 4.0, diantaranya ialah farmasi.

Oleh karenanya, industri farmasi terus didorong agar kemandirian dan dapat meningkatkan daya saing dalam negeri.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kemandirian industri farmasi nasional perlu ditopang dengan pendalaman struktur industri, mulai dari industri hulu, intermediate hingga hilir.

Untuk mendukung kemandirian sektor industri farmasi tersebut, Kemenperin menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) Produk Farmasi.

“Peningkatan utilisasi TKDN merupakan kunci utama agar Indonesia dapat menjadi negara yang mandiri di sektor farmasi, khususnya dalam hal produksi bahan baku obat,” tutur Agus melalui keterangan resmi, Selasa (7/7/2020).

Penerapan TKDN pada industri farmasi juga dilihat sebagai upaya memacu dan merangsang pelaku industri untuk membangun industri bahan baku obat atau Active Pharmaceuticals Ingredients di dalam negeri.

Pasar dalam negeri dinilai sangat potensial bagi produk-produk farmasi dengan kandungan lokal tinggi, karena bisa menjadi preferensi dalam pengadaan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Tentunya, dengan potensi pasar dalam negeri yang sangat besar sekaligus merupakan sebuah peluang untuk menarik investor, agar mereka mengembangkan bahan baku obat di Indonesia,” terang Menperin.

Dalam Permenperin 16/2020, disebutkan bahwa tata cara penghitungan nilai TKDN produk farmasi bukan lagi menggunakan metode cost based, tetapi dengan metode processed based.

Pertimbangannya, metode ini lebih sesuai untuk diterapkan di industri farmasi, karena sifat industri tersebut yang spesifik dengan formulasi sangat banyak dan beragam, serta berdasarkan hasil riset dan pengembangan (RnD) yang panjang dan menggunakan biaya besar.

Penghitungan nilai TKDN produk farmasi berdasar processed based dilakukan dengan menggunakan pembobotan terhadap kandungan bahan baku (Active Pharmaceuticals Ingredients) sebesar 50 persen, proses penelitian dan pengembangan sebesar 30 persen, proses produksi sebesar 15 persen, serta proses pengemasan sebesar 5 persen.

Penghitungan nilai TKDN produk farmasi tersebut diharapkan dapat mendorong pengembangan industri bahan baku obat (Active Pharmaceuticals Ingredients), meningkatkan riset dan pengembangan obat baru.

“Dengan processed based, berarti ada penghargaan atas upaya riset dan pengembangan yang dilakukan oleh pelaku industri farmasi. Metode ini dapat mempertahankan kerahasiaan formulasi yang dimiliki perusahaan tanpa meninggalkan kaidah dan tujuan yang ingin dicapai dari pemberlakuan TKDN produk farmasi ini,” jelas Menperin.

Selain itu, dengan produksi sediaan obat baru serta bahan baku yang berasal dari herbal dapat mengurangi impor bahan baku obat dan mendorong kemandirian bangsa di sektor kesehatan.

Kemampuan industri hilir farmasi dalam negeri saat ini didukung oleh 240 perusahaan yang didominasi 212 perusahaan swasta nasional, kemudian 24 perusahaan multinational company (MNC) dan 4 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Pada umumnya perusahaan-perusahaan tersebut bergerak dalam formulasi obat atau produk obat jadi.

“Dengan kekuatan ini, kebutuhan obat nasional sebesar 80 hingga 90 persen sudah mampu dipenuhi, sisanya merupakan obat paten dan berteknologi tinggi yang masih harus diimpor,” imbuhnya.

Sumber : Tribunnews.com

Share.

About Author

Timred-Agk

Leave A Reply