Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2022. Komisi VII DPR memuji prestasi Kemenperin yang 15 kali berturut-turut meraih WTP sejak 2008.
Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengatakan, DPR mempunyai tugas membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan keuangan negara yang disampaikan BPK.
Komisi VII memberikan apresiasi tinggi terhadap upaya Kemenperin meningkatkan kualitas laporan keuangan.
“Kita apresiasi perolehan opini WTP sejak tahun 2008. Ingat ya, WTP adalah Wajar Tanpa Pengecualian, bukan Wajar Tanpa Pemeriksaan,” kata Sugeng dalam Rapat Komisi VII DPR bersama Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita di Gedung Parlemen, Jakarta, kemarin.
Dia mengingatkan Agus untuk menjelaskan tindak lanjut hasil temuan BPK. Di antaranya, persoalan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Dony Maryadi Oekon juga memberikan apresiasi atas capaian WTP yang diraih Kemenperin 15 kali secara berturut-turut. Karena capaian yang luar biasa ini, dirinya bingung mau menanyakan tema apa terkait laporan keuangan Kemenperin.
“Saya lihat Kemenperin ini sudah sangat solid semua. Cuma kalau boleh, program untuk masyarakat, untuk teman-teman diperbanyak juga Pak,” harap anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.
Dia mengaku, masyarakat merasakan betul dampak program Pemerintah yang disalurkan melalui Kemenperin. Karenanya, Kemenperin pantas mendapat tambahan anggaran untuk tahun 2024.
“Mudah-mudahan program untuk masyarakat ini bertambah, karena teman-teman di dapil menyampaikan bahwa program itu sangat efektif dan bermanfaat,” tambahnya.
Hal senada dilontarkan anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian. Menurutnya, capaian WTP 15 kali berturut-turut ini merupakan prestasi luar biasa.
“Ini saya lihat WTP-nya sudah sangat lama. Berarti sudah terjamin nih WTP. Kita tidak usah bahas lagi, diketok saja,” ujar politisi Gerindra ini.
Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Laporan Akhir Pemeriksaan atas Laporan Keuangan 2022 Kemenperin adalah opini WTP dari BPK.
“Ini menjadi tantangan bagi kami mengelola anggaran secara tranparan dan akuntabel. Opini WTP ini akan terus kami pertahankan di tahun-tahun mendatang,” kata Agus.
Agus menjelaskan, neraca per 31 Desember 2022, Kemenperin menyajikan nilai aset sebesar Rp 11,99 triliun, dengan kewajiban sebesar Rp 41,82 miliar, dan ekuitas sebesar Rp 11,95 triliun.
Adapun sepanjang tahun 2022, realisasi anggaran tercatat untuk pendapatan Rp 317,73 miliar atau 118,94 persen, melebihi target yang ditetapkan.
Sementara di sisi belanja, sambung Agus, Kemenperin mengelola anggaran sebesar Rp 2,83 triliun dengan realisasi 2,58 triliun atau sebesar 98,13 persen dari total pagu anggaran.
Realisasi Kemenperin ini melampaui realisasi nasional dan menempatkan Kemenperin di urutan 26 dari 82 kementerian/lembaga pada realisasi tahun 2022.
“Ini capaian tertinggi dari realisasi Kemenperin sejak tahun 2017,” sebutnya.
Adapun realisasi anggaran Kemenperin berdasarkan program. Pertama, dukungan manajemen sebesar Rp 1,4 triliun dengan realisasi Rp 1,37 triliun atau 97,94 persen.
Kedua, program nilai tambah dan daya saing industri sebesar Rp 745,86 miliar dengan realisasi sebesar 732,2 miliar atau 98,17 persen.
Ketiga, program pendidikan dan pelatihan vokasi dengan pagu Rp 482,34 miliar dengan realisasi Rp 475,61 miliar atau 98,6 persen.
Agus menjelaskan, terdapat 6 temuan dari BPK atas hasil pemeriksaaan laporan keuangan Kemenperin tahun 2022.
Pertama, pengenaan tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada dua satuan kerja yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2021. Kemudian, penatausahaan pendapatan sumbangan pendidikan, pendapatan diterima di muka, dan pendapatan yang masih harus diterima pada SMK-SMTI Makassar yang dianggap tidak tertib dan tidak berdasarkan data yang ada.
Kedua, pembayaaan tiket pesawat perjalanan dinas luar negeri dalam rangka promosi dan temu bisnis pada pameran SIAL Paris tahun 2022 sebesar Rp 42,98 juta dianggap tidak sesuai ketentuan penulisan nominal sesuaikan dengan judul temuan.
Ketiga, pengelolaan kas oleh bendahara pengeluaran pada dua satuan kerja Kemenperin dianggap belum sesuai ketentuan. Keempat, kekurangan volume pada tiga pekerjaan konstruksi sebesar Rp 916,56 juta dan denda keterlambatan belum dikenakan sebesar Rp 47,98 juta.
Kelima, regulasi atas pendapatan yang masih harus diterima dan pendapatan aktual pada Kemenperin yang dianggap belum selaras dan lengkap.
Keenam, penatausahaan persediaan pada 7 satuan kerja Kemenperin yang dianggap belum tertib.
“Seluruh permasalahan tersebut telah ditindaklanjuti berdasarkan Instruksi Menteri Nomor 18 Tahun 2023,” katanya.
Sumber: https://rm.id/