Kontribusi Devisa Tembus USD3,422 miliar, Menperin Agus: Industri Pengolahan Karet Kita Kedua Terbesar Dunia

0

Jakarta, Menteri Perindusterian Agus Gumiwang Kartasasmita berkomitmen untuk terus memacu program hilirisasi industri salah satunya dengan mendorong sektor industri pengolahan karet agar semakin produktif dan berdaya saing serta mampu melakukan diversifikasi produk.

“Indonesia menempati peringkat kedua sebagai produsen karet alam terbesar di dunia. Ini merupakan sebuah potensi bagi kita untuk meningkatkan produktivitas sektor industri pengolahan karet nasional,” jelas Agus Gumiwang Kartasasmita melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi Industry.co.id Senin (15/6).

Menurut Agus, sektor industri pengolahan karet nasional berkontribusi cukup besar terhadap perolehan devisa, hingga menembus sebesar USD3,422 miliar pada tahun 2019.

“Saat ini, terdapat 163 industri karet alam dengan serapan tenaga kerja langsung sebanyak 60.000 orang,” ungkapnya.

Sementara itu, sebutnya, produksi karet alam pada 2019 mencapai 3,3 juta ton, yang meliputi SIR (crumb rubber), lateks pekat, dan RSS (ribbed smoked sheet).

Dari jumlah tersebut, 20% diolah di dalam negeri oleh industri hilir menjadi ban, vulkanisir, alas kaki, rubber articles, maupun manufacture rubber goods (MRG) lainnya, sementara 80% karet alam diekspor.

Ia menjelaskan, saat ini produksi karet alam baru memenuhi sekitar 55,4% dari kapasitas terpasang sektor tersebut, yang mencapai 5,9 juta ton.

“Salah satunya dipengaruhi oleh harga karet alam dunia yang turun ke level terendah sejak 2011, yakni mencapai USD1,36 per kg sejak 24 Februari lalu,” ujar Agus.

Salah satu penyebab rendahnya harga karet alam adalah over supply komoditas tersebut serta menurunnya permintaan di pasar global.

“Kondisi ini berpengaruh pada kesejahteraan petani karet, menurunnya penghasilan bersih dari perusahaan karet dan menurunnya nilai ekspor,” imbuhnya.

Upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan harga karet alam salah satunya melalui peningkatan penyerapan oleh industri dalam negeri.

Hal tersebut menurut Agus, sesuai dengan amanat Presiden yang ditindaklanjuti dengan penggunaan aspal karet untuk infrastruktur jalan.

Selanjutnya, Kemenperin bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menginisiasi kerja sama pada tahun 2016, dengan melakukan uji gelar di lima lokasi menggunakan modifikasi aspal yang dicampur beberapa bahan, yaitu lateks pravulkanisasi, masterbatch kompon karet padat, dan serbuk karet alam teraktivasi (SKAT).

Pada tahun 2019, aspal dengan campuran karet diimplementasikan dengan total jalan sepanjang 65,8 KM di sembilan provinsi, yaitu Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.

Upaya lain yang ditempuh untuk meningkatkan harga karet nasional adalah melalui diplomasi internasional dengan negara-negara produsen dan konsumen karet alam seperti International Tripartite Rubber Council (ITRC) dan The Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC).

“Pada tahun 2019, tiga negara (Thailand, Indonesia, Malaysia) yang tergabung dalam ITRC sepakat untuk menerapkan instrumen Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) untuk mengurangi ekspor karet alam dalam rangka meningkatkan harga komoditas ini di pasar dunia,” papar Agus.

Dalam pertemuan dengan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Menperin Agus menyampaikan, pihaknya terus mengupayakan agar industri dapat terus berproduksi serta meningkatkan kinerjanya, mengingat kontribusi penting industri karet alam terhadap pengembangan industri di dalam negeri.

“Terkait harga gas bagi industri tertentu, kami sedang mengumpulkan sektor yang belum masuk ke dalam daftar Kementerian ESDM. Selain itu, kami juga menyampaikan agar harga energi yang dibayarkan industri sesuai jumlah yang digunakan tanpa biaya minimum,” pungkasnya.

Sumber : Indusry.co.id

Share.

About Author

Timred-Agk

Leave A Reply