Surat permintaan Setya Novanto yang meminta DPP Golkar tak memecatnya sebagai ketum Beringin sepertinya manjur. Soalnya, rapat pleno yang kelar pukul 10 tadi malam memutuskan memberi napas bagi Novanto. Jabatan Novanto sebagai Ketum Golkar dan juga Ketua DPR masih aman sampai keluarnya putusan praperadilan kasus e-KTP yang membelitnya.
Rapat pleno digelar di markas beringin, Jalan Anggrek Neli, Slipi, Jakarta. Agenda utamanya adalah mengevaluasi kepemimpinan Setya Novanto sebagai ketua umum yang sudah ditahan KPK dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Di tengah berlangsungnya rapat, beredar gambar dua lembar surat yang ditandatangani Setya Novanto di kalangan wartawan.
Dalam surat yang dibubuhi materai Rp 6000 itu Novanto menyampaikan dua hal penting. Dalam lembar surat pertama Novanto meminta agar DPP Partai Golkar tidak membahas pemberhentian dirinya. Lewat surat itu pula, ia menunjuk Sekjen Golkar Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum.
Novanto juga menunjuk politikus Golkar lain, Azis Syamsuddin dan Yahya Zaini, sebagai Plt Sekretaris Jenderal menggantikan Idrus yang naik jabatan. “Kepada Yth DPP Partai Golkar. Bersama ini disampaikan tidak ada pembahasan pemberhentian sementara terhadap saya selaku Ketua Umum Partai Golkar. Dan untuk sementara saya tunjuk Plt Ketua Umum Idrus Marham, Plt. Sekjen Yahya Zaini, Aziz Syamsuddin. Demikian harap dimaklum,” demikian bunyi surat yang ditulis tangan tersebut.
Surat bertanggal 21 November 2017 itu sedikit berbeda dengan surat sejenis yang disampaikan Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar Agung Laksono, di markas Beringin. Dalam surat itu, Novanto memang menunjuk Idrus sebagai Plt. Ketua Umum. Namun, yang ia tunjuk sebagai Plt. Sekjen adalah Agus Gumiwang, Lamhot Sinaga dan Sarmuji.
Dalam surat kedua, Novanto meminta agar pimpinan DPR tidak mencopot dirinya sebagai Ketua DPR lewat Rapat Pleno dan Rapat Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). “Bersama ini saya selaku Ketua DPR RI sedang menghadapi kasus hukum proyek e-KTP yang disidik oleh KPK. Saya mohon pimpinan DPR RI lainnya dapat memberi kesempatan saya untuk membuktikan tidak ada keterlibatan saya, dan untuk sementara waktu tidak diadakan rapat pleno, sidang MKD terhadap kemungkinan menonaktifkan saya baik selaku Ketua DPR RI maupun selaku anggota dewan. Demikian permohonan disampaikan,” demikian bunyi surat itu.
John Kenedy Azis, politikus senior Golkar memastikan dua lembar surat tersebut autentik dengan tulisan tangan Novanto. “Sepengetahuan saya, itu tulisan dan tanda tangan Setya Novanto,” ujarnya.
Surat ini sepertinya sedikit banyak mempengaruhi jalannya Pleno. Ketua DPP Partai Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita membenarkan adanya perdebatan alot tersebut. “Ada perdebatan keras antara yang mempertahankan Novanto dan tidak mempertahankan,” kata Agus.
Sekitar pukul 10 malam, rapat kelar. Pleno menghasilkan lima keputusan. Pertama, menerima Sekjen Idrus Marham sebagai pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum. Adapun nasib Novanto sebagai Ketum Golkar dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat menunggu hasil sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Praperadilan dijadwalkan dimulai 30 November.
Ketua Harian DPP Golkar Nurdin Halid selaku pimpinan rapat pleno mengatakan keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan suasana batin Novanto, para kader, dan konstituennya.
Nurdin menjelaskan, bila nanti hakim tunggal praperadilan mengabulkan gugatan Novanto, saat itu juga posisi pelaksana tugas akan berakhir. Sebaliknya, bila gugatan Setya ditolak, pelaksana tugas ketua umum bersama ketua harian akan menggelar rapat pleno guna menetapkan langkah selanjutnya. “Yaitu untuk meminta Setya Novanto mengundurkan diri dari Ketua Umum Golkar,” ucapnya.
Jika praperadilan menolak gugatan, tapi Novanto enggan mengundurkan diri, rapat pleno menyetujui pelaksanaan musyawarah luar biasa untuk mencari pemimpin Golkar yang baru.
Jika sebelum sidang praperadilan KPK telah melimpahkan berkas perkara Novanto ke kejaksaan (P21), Nurdin berujar opsi yang berlaku adalah meminta Novanto mengundurkan diri. “Itu berarti sama dengan praperadilan ditolak oleh pengadilan karena tidak bisa diproses lebih lanjut,” tuturnya.
Rekomendasi selanjutnya dari rapat pleno ini adalah memerintahkan pelaksana tugas ketua umum berbicara dengan ketua harian dalam mengambil keputusan yang strategis. Sedang keputusan yang terakhir ialah menyangkut posisi Setya sebagai Ketua DPR. “Kelima, posisi Novanto sebagai ketua DPR menunggu keputusan praperadilan,” pungkas Nurdin.
Sementara itu, KPK tengah mempersiapkan senjata lain untuk menghadapi sidang praperadilan. Senjatanya adalah mempercepat penyelesaian berkas pemeriksaan Novanto sehingga bisa disidangkan. Apabila berkas itu sudah dilimpahkan ke pengadilan, maka sesuai aturan hukum yang berlaku, gugatan praperadilan Novanto gugur.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memahami kondisi ini. “Pimpinan, penyidik, dan penuntut cukup paham dan memiliki naluri tentang hal itu,” kata Saut, kemarin. Untuk penyelesaian berkas perkara adalah hal yang biasa. Namun bukan pula dianggap ringan. Karena akan menjadi sia-sia jika mempercepat pemberkasan, tetapi pembuktiannya lemah. Untuk itulah, kekuatan bukti menjadi hal penting bagi KPK.
“Penekanan yang paling penting bagi KPK adalah kekuatan bukti yang kita miliki. Karena kalaupun berkas dilimpahkan cepat, tentu saja yang paling utama yang jadi prioritas adalah apakah buktinya sudah sempurna atau tidak. Nah, kami sedang dalam proses itu saat ini,” ucap Jubir KPK Febri Diansyah, kemarin.
sumber : RMOL